Jumat, 30 Desember 2011

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Jiwa_Isolasi Sosial(menarik diri)

A.    Konsep Dasar

1.    Pengertian Isolasi Sosial : Menarik Diri

Definisi Isolasi sosial menurut Farida Kusumawati dan Hartono dalam bukunya antara lain yaitu yang pertama menurut Townsend adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif atau mengancam. Sedangkan yang kedua menurut Pawlin menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain1.
Kerusakan interaksi sosial menurut Depkes RI dalam Nita Fitria adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial4.     
Definisi Isolasi sosial menurut Balitbang adalah suatu sikap dimana individu menghindari diri dari interaksi, kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan, serta mengalami kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian4.
Berdasarkan definisi yang telah disebutkan sebelumnya, jadi dapat disimpulkan bahwa isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal atau perasaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena akibat penolakan dan sikap negatif serta kepribadian yang tidak fleksibel sehingga muncul perilaku maladaptif seperti menghindari/kehilangan hubungan dengan orang, tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan, yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian sehingga fungsi hubungan sosial seseorang terganggu.

2.    Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial antara lain : kurang spontan, apatis (acuh tak acuh), ekspresi wajah kurang berseri, tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri, tidak ada atau kurang komunikasi verbal, mengisolasi diri, tidak sadar terhadap lingkungan sekitar, asupan makanan dan minuman terganggu, retensi urine dan feses, aktivitas menurun, kurang energi, rendah diri, dan postur tubuh berubah misalnya sikap fetus/janin (pada posisi tidur) 4.

3.    Rentang Respons

 

Text Box: Menyendiri
Otonomi
Bekerja sama
interdependenText Box: Merasa sendiri
Depedensi
curigaText Box: Menarik diri
Ketergantungan
Manipulasi
curiga               Respon Adaptif                                                           Respon Maladaptif




Gambar 2. 1 Rentang Respon Isolasi Sosial : Menarik Diri
Dikutip dari Buku sumber : Nita Fitria.4
Keterangan respon Isolasi Sosial : Menarik Diri  adalah sebagai berikut4 :
a.    Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut masih dalam batas normal ketika menyelesaikan masalah. Sikap yang termasuk dalam respon adaptif antara lain : menyendiri/respon dalam merenungkan apa yang telah terjadi di lingkungan sosialnya, otonomi/kemampuan dalam menentukan dan menyampaikan ide dan pikiran serta perasaan, bekerja sama/kemampuan saling membutuhkan, dan interdependen/saling ketergantungan dalam hubungan interpersonal.
b.    Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang menyimpang dari norma sosial dan kehidupan di suatu tempat. Yang termasuk perilaku respon maladaptif antara lain : Menarik diri (mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain), ketergantungan (gagal mengembangkan  rasa percaya diri sehingga tergantung dengan orang lain), manipulasi (mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam), dan curiga (gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain).

4.    Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi Isolasi Sosial : Menarik Diri menurut Nita Fitria adalah sebagai berikut4 :
a.    Faktor tumbuh kembang, dimana setiap individu ada tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas perkembangan ini tidak terpenuhi, maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah.
b.    Faktor komunikasi dalam keluarga, merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi (double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.
c.    Faktor sosial budaya, merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial hal ini disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana setiap keluarga yang tidak produktif seperti usia lanjut, berpenyakit kronis, dan cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.
d.   Faktor biologis, merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial sebab organ tubuh seperti otak dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan sosial.

5.    Faktor Presipitasi

Faktor Presipitasi Isolasi Sosial : Menarik Diri menurut Nita Fitria terdiri dari faktor ekstrenal dan faktor internal4 : faktor eksternal yaitu stress yang ditimbulkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga sedangkan faktor internal yaitu stress yang terjadi akibat ansietas yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya.

6.    Penatalaksanaan

Gangguan skizofrenia adalah sekelompok gangguan psikotik dengan gangguan dasar pada kepribadian distorsi khas proses pikir, kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya, waham yang kadang-kadang aneh, gangguan persepsi, afek abnormal yang terpadu dengan situasi nyata atau sebenarnya, dan autisme. Meskipun demikian, kesadaran yang jernih dan kapasitas intelektual biasanya tidak terganggu5.
Penatalaksanaan klien dengan diagnosa medik skizofrenia khususnya dengan diagnosa keperawatan Isolasi Sosial adalah dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain yaitu :
a.    Psikofarmakologi
Farmakoterapi adalah pemberian terapi dengan menggunakan obat. Obat yang digunakan untuk gangguan jiwa disebut dengan psikofarmaka = psikoterapika = phrenotropika. Terapi gangguan jiwa dengan menggunakan obat-obatan disebut dengan psikofarmakoterapi = medikasi psikoterapi yaitu obat yang mempunyai efek terapeutik langsung pada proses mental penderita karena kerjanya pada otak/sistem saraf pusat. Obat yang bekerjanya secara efektif pada SSP dan mempunyai efek utama terhadap aktifitas mental, serta mempunyai efek utama terhadp aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatri1.
     Psikofarmakakologi yang lazim digunakan pada gejala isolasi sosial  adalah obat-obatan antipsikosis seperti:
1.    Chlorpromazine
Indikasi digunakan untuk sindrom psikosis dengan gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif, sulit tidur, kekacauan pikiran, perasaan, dan perilaku. Mekanisme kerja memblokade dopamine pada pascasinaptik neuron di otak terutama pada sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal. Efek samping penggunaan Chlorpromazine injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik5.
2.    Haloperidol
Indikasi digunakan untuk sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik diri, perasaan tumpul, kehilangan minat dan inisiatif, hipoaktif, waham, halusinasi.Mekanisme kerja memblokade dopamine pada pascasinaptik neuron di otak terutama pada sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal. Efek samping sering menimbulkan gejala ekstrapiramidal5.
3.    Triflouperazine
Indikasi gangguan mental dan emosi ringan, kondisi neurotik/psikosomatis, ansietas, mual dan muntah. Efek samping sedasi dan inhibisi psikomotor5.
b.    Terapisomatis
Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif dengan melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik klien. Walaupun yang diberikan perlakuan fisik adalah fisik klien, tetapi target terapi adalah perlakuan klien. Jenis terapi somatik adalah meliputi pengikatan, ECT, isolasi, dan fototerapi1.
1.    Pengikatan
Pengikatan adalah terapi menggunakan alat mekanik atau manual untuk membatasi mobilitas fisik klien yang bertujuan untuk melindungi cedera fisik pada klien sendiri atau orang lain.
2.    Terapi Kejang Listrik/Elektro Convulsive Therapy (ECT)
Adalah bentuk terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang (Grandmal) dengan mengalirkan arus listrik kekuatan rendah (2-3 joule) melalui electrode yang ditempelkan di bebrapa titik pada pelipis kiri/kanan (lobus  frontalis) klien.
3.    Isolasi
Isolasi adalah bentuk terapi dengan menempatkan klien sendiri di ruangan tersendiri untuk mengendalikan perilakunya dan melindungi klien, orang lain, dan lingkungan dari bahaya potensial yang mungkin terjadi.
4.    Fototerapi
Fototerapi adalah terapi yang diberikan dengan memaparkan klien pada sinar terang 5-10 x lebih terang daripada sinar ruangan dengan posisi klien duduk, mata terbuka, pada jarak 1,5 meter di depan klien diletakkan lampu setinggi mata.
5.    Terapi Deprivasi Tidur
Terapi deprivasi tidur adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan mengurangi jumlah jam tidur klien sebanyak 3,5 jam. Cocok diberikan pada klien dengan depresi.
c.    Terapi Modalitas
Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan jiwa. Tetapi ini diberikan dalam upaya mengubah perilaku klien dari perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif. Jenis-jenis terapi modalitas antara lain1 :
1.    Aktifitas Kelompok
Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) adalah suatu bentuk terapi yang didasarkan pada pembelajaran hubungan interpersonal.Fokus terapi aktifitas kelompok adalah membuat sadar diri (self-awereness), peningkatan hubungan interpersonal, membuat perubahan, atau ketiganya.
2.    Terapi keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang member perawatan langsung pada setap keadaan (sehat-sakit) klien. Perawat membantu keluarga agar mampu melakukan lima tugas kesehatan yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan, member perawatan pada anggota keluarga yang sehat, menciptakan lingkungan yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada dalam masyarakat.
3.    Terapi Rehabilitasi
Program rehabilitasi dapat digunakan sejalan dengan terapi modalitas lain atau berdiri sendiri, seperti Terapi okupasi, rekreasi, gerak, dan musik.
4.    Terapi Psikodrama
Psikodrama menggunakan struktur masalah emosi atau pengalaman klien dalam suatu drama. Drama ini member kesempatan pada klien untuk menyadari perasaan, pikiran, dan perilakunya yang mempengaruhi orang lain.
5.    Terapi Lingkungan
Terapi lingkunagan adalah suatu tindakan penyembuhan penderita dengan gangguan jiwa melalui manipulasi unsur yang ada di lingkungan dan berpengaruh terhadap proses penyembuhan. Upaya terapi harus bersifat komprehensif, holistik, dan multidisipliner.

B.     Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Isolasi sosial

Asuhan keperawatan menurut Menurut Shore merupakan faktor penting dalam survival klien dan dalam aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitataif, dan preventif perawatan kesehatan. Untuk sebab itu, profesi keperawatan telah mengidentifikasi proses pemecahan masalah yaitu menggabungkan elemen yang paling diinginkan dari seni keperawatan dengan elemen yang paling relevan dari sistem teori, dengan menggunakan metoda ilmiah6.
Proses keperawatan adalah suatu metode dimana suatu konsep ditetapkan dalam praktek keperawatan. Hal ini bisa disebut sebagai suatu pendekatan problem-solving yang memerlukan ilmu, teknik, dan keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien/keluarga. Proses keperawatan terdiri dari lima tahap yang squensial dan berhubungan : pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Tahap tersebut berintegrasi terhadap fungsi intelektual problem-solving, keterampilan, dan sikap dalam mendefinisikan suatu tindakan keperawatan7.

1.    Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai permasalahan yang ada8.
Pengkajian menurut Lyer merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien dan merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu7.
Tujuan pengkajian adalah mengidentifikasi dan mendapatkan data yang sesuai tentang klien. Oleh karenanya, fokus utama dari pengumpulan data adalah respon klien terhadap kekhawatiran, atau masalah kesehatan yang bersifat biofisik, sosiokultural, psikologis, dan spiritual9.
Kegiatan keperawatan dalam melakukan pengkajian keperawatan ini adalah dengan mengkaji data dari klien dan keluarga tentang tanda dan gejala serta faktor penyebab, memvalidasi data dari klien dan keluarga, mengelompokan data, serta menempatkan masalah klien1.
Data yang di dapatkan bisa dikelompokan menjadi dua macam, yaitu data subyektif dan obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga, data ini didapatkan melalui wawancara oleh perawat kepada klien dan keluarga. Data obyektif adalah data yang ditemukan secara nyata, data yang didapat melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat. Adapun data yang langsung didapat oleh perawat disebut sebagai data primer, sedangkan data yang diambil dari hasil pengkajian atau catatan tim kesehatan disebut data sekunder1.
Data yang perlu dikaji pada klien dengan isolasi sosial menurut Nita Fitria dalam bukunya 4 antara lain : data sukjektif seperti klien mengatakan malas bergaul dengan orang lain, klien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perawat dan meminta untuk sendiri, klien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang lain, tidak mau berkomunikasi, data tentang klien biasanya didapat dari keluarga yang mengetahui keterbatasan klien (suami, istri, anak, ibu, ayah, atau teman dekat) dan data objektif seperti kurang spontan, apatis (acuh terhadap lingkungan), ekspresi wajah kurang berseri, tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri, tidak ada atau kurang komunikasi verbal, mengisolasi diri, tidak sadar terhadap lingkungan sekitarnya, asupan makanan dan minuman terganggu, retensi urine dan feses, aktivitas menurun dan kurang energy, rendah diri, da postur tubuh berubah misalnya sikap fetus/janin (pada posisi tidur).

2.    Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan, dan mengatasi kebutuhan spesifik klien serta respons terhadap masalah aktual dan resiko tinggi6.
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan masalah keperawatan klien mencakup baik respon adaptif dan maladaptif serta stressor yang menunjang. Rumusan diagnosis adalah problem/masalah (P) berhubungan dengan penyebab (etiologi), dan keduanya ini saling berhubungan sebab akibat secara ilmiah1.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul untuk masalah  isolasi sosial:menarik diri dapat dilihat dalam pohon masalah seperti terlihat di gambar4
Gambar 2. 2 Pohon Masalah Isolasi Sosial
Text Box:

Sumber dari Buku Nita Fitria


Dari pohon masalah di atas diperoleh 8 diagnosa keperawatan jiwa yang mungkin muncul, antara lain Isolasi sosial, Harga diri rendah kronis, Perubahan persepsi sensori : halusinasi, Koping individu tidak efektif, Koping keluarga tidak efektif, Intoleransi aktivitas, Defisit perawatan diri, dan Resiko tinggi menciderai diri, orang lain, serta lingkungan4 .

3.    Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan/rencana keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari klien dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Intervensi keperawatan harus spesifik, dinyatakan dengan jelas dan dimulai dengan kata kerja aksi6.
Rencana/intervensi keperawatan didasarkan pada pengkajian dan diagnosis dari status kesehatan klien, kekuatan, dan masalah klien. Komponen perencanaan meliputi menilai prioritas, menentapkan tujuan jangka panjang, menetapkan tujuan jangka pendek, mengidentifikasi strategi dan mengurai intervensi keperawatan untuk implementasi9.
Konsep rencana keperawatan klien dengan Isolasi Sosial: Menarik Diri menurut Budi Anna K adalah sebagai berikut10 :
a.    Tindakan keperawatan pada klien
1)   Tujuan keperawatan
a)    Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b)   Klien dapat menyadari penyebab isolasi sosial.
c)    Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
2)   Tindakan keperawatan
a)    SP 1 klien : Membina hubungan saling percaya, membantu klien mengenal manfaat berhubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, dan mengajarkan klien berkenalan.
(1)   Bina hubungan saling percaya.
(a)      Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan klien.
(b)     Berkenalan dengan klien : perkenalkan nama lengkap dan nama panggilan perawat serta tanyakan nama lengkap dan nama panggilan klien.
(c)      Tanyakan perasaan dan keluhan klien saat ini.
(d)     Buat kontrak asuhan : apa yang perawat akan lakukan bersama klien, berapa lama akan dikerjakan, dan tempat pelaksanaan kegiatan.
(e)      Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan terapi.
(f)      Tunjukan sikap empati terhadap klien setiap saat.
(g)     Penuhi kebutuhan dasar klien jika mungkin.
(2)   Bantu klien mengenal penyebab isolasi sosial.
(a)      Tanyakan pendapat klien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain.
(b)     Tanyakan penyebab klien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain.
(3)   Bantu klien mengenal manfaat berhubungan dengan orang lain dengan cara mendiskusikan manfaat jika klien memiliki banyak teman.
(4)   Bantu klien mengenal kerugian tidak berhubungan dengan orang lain dengan cara :
(a)      Diskusikan kerugian jika klien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain.
(b)     Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik klien
(5)   Bantu klien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
(6)   Ajarkan klien berkenalan.
b)   SP 2 klien     : Mengajarkan klien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang pertama/perawat).
c)    SP 3 klien     : Melatih klien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang kedua/klien).
b.    Tindakan keperawatan pada keluarga
1)   Tujuan keperawatan
Setelah tindakan keperawatan, keluarga dapat merawat klien isolasi sosial.
2)   Tindakan keperawatan
a)    SP 1 keluarga    : Memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga mengenai masalah isolasi sosial, penyebab isolasi sosial, dan cara merawat klien isolasi sosial.
(1)     Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien.
(2)     Jelaskan tentang :
(a)      Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada klien.
(b)      Penyebab isolasi sosial.
(c)      Cara-cara merawat klien dengan isolasi sosial, yaitu :
Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan cara bersikap peduli dan tidak ingkar janji, berikan semangat dan dorongan kepada klien untuk dapat melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain (yaitu dengan tidak mencela kondisi klien dan memberikan pujian yang wajar), tidak membiarkan klien sendiri di rumah, dan buat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan klien.
(3) Peragakan cara merawat klien dengan isolasi sosial.
(4) Bantu keluarga mempraktekkan cara merawat yang telah dipelajari, mendiskusikan masalah yang dihadapi.
(5) Susun perencanaan pulang bersama keluarga.
b)   SP 2 Keluarga   : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat klien isolasi sosial langsung di hadapan klien.
c)    SP 3 Keluarga   : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.

4.    Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah pelaksanaan rencan keperawatan oleh perawat dan klien, perawat bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan yang berfokus pada klien dan berorientasi pada hasil, sebagaimana digambarkan dalam rencana9.
Tujuan dari pelaksanaan/implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping7.
Fokus utama dari komponen implementasi adalah pemberian asuhan keperawatan yang aman dan individual dengan pendekatan multifokal9.

5.    Evaluasi

Evaluasi adalah suatu proses yang terencana dan sistematis dalam mengumpulkan, mengorganisasi, menganalisis, dan membandingkan status kesehatan klien dengan kriteria hasil yang diinginkan, serta menilai derajat pencapaian hasil klien9.
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak8.
Tujuan evaluasi adalah untuk menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan serta untuk menentukan apakah tujuan tersebut dapat dicapai secara efektif 7.
Evaluasi dapat dibagi menjadi dua yaitu evaluasi proses (formatif) yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan keperawatan, dan evaluasi hasil (sumatif) dilakukan dengan cara membandingkan respons klien dengan tujuan yang telah ditentukan1.
Proses evaluasi yang menentukan evektivitas asuhan keperawatan meliputi lima unsure yaitu, mengidentifikasi kriteria dan standar evaluasi, mengumpulkan data untuk menentukan apakah criteria dan standar telah dipenuhi, menginterpretasi dan meringkas data, mendokumentasikan temuan dan setiap pertimbnagan klinis, dan menghentikan, meneruskan, atau merevisi rencana perawatan11.
Semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan oleh perawat didokumentasikan lalu kemudian di evaluasi dengan menggunakan pendekatan SOAP ( Subjektif, Objektif, Analisis, Planning)1.
S :        Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
O:        Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
A :       Analisa terhadap data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih ada atau telah teratasi atau muncul masalah baru.
 P :       Perencanaan tindak lanjut berdasarkan hasil analisa respon klien dan respon perawat.
Dengan mengikuti keenam langkah diatas, perawat memiliki kerangka kerja sistematik untuk mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah dalam memberikan asuhan keperawatan.Proses keperawatan bersifat dinamis, tidak statis dan berlangsung terus-menerus selama perawat dan klien berinteraksi guna mencapai perubahan respons fisik atau perilaku klien12.
Beberapa kondisi dan perilaku perawat yang diperlukan pada saat melakukan evaluasi dalam proses keperawatan menurut Stuard dan Sundeen dalam Intansari Nurjannah adalah sebagai berikut13 :
1.    Kondisi perawat : supervise, analisis diri, peer review, partsipasi klien dan keluarga.
2.    Perilaku perawat : membandingkan respons klien dan hasil yang diharapkan, mereview proses keperawatan, memodifikasi proses keperawatan sesuai yang dibutuhkan, berpartisipasi dalam peningkatan kualitas dari aktifitas yang dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kusuma, Farida dan Hartono.Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika; 2010. p. 2, 2, 2-4, 16 & 8, 5, 16, 120, 128, 128, 132, 136, 138, 148, 50, 50, 51, 52.

2. Videbeck, S. L.. Buku Ajar Keperawatan Jiwa (Psychiatric Mental Health Nursing). Jakarata: EGC; 2008. p. 3-4.

3. Laporan Tahunan Balai Kalawa Atei : Balai Kesehatan Kelawa Atei Palangka Raya, Tahun 2010. Palangka Raya: Balai Kesehatan Kelawa Atei; 2010. p. 18 & 14.

4. Fitria, Nita. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika; 2009. p. 29, 30, 31, 32, 32-33, 33-35, 35, 37, 36, 36.

5. Mansjoer, Arif. et al. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1, Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius; 2000. p. 196, 238, 238, 238.

6. Doenges, M. E. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3. Jakarta: EGC; 2002. p.  6, 8, 10.

7. Nursalam. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktek. Jakarta: Salemba Medika. 2001. p. V, 17, 63, 71.

8. Hidayat, A. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika. 2007. p. 98, 124.

9. Christensen, P. J. Proses Keperawatan : Aplikasi Model Konseptual. Terjemahan dari Nursing Process : Application of Conceptual Models, oleh Yuyun Yuningsih.4th ed. Jakarta: EGC; 2009. p. 105, 271, 329, 329, 349.
10. Keliat, Budi Anna, dan Akemat . Model Praktek Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC; 2009. p. 98-108.

11. Potter and Perry. Fundamental Keperawatan. Terjemahan dari Fundamental of Nursing, oleh Adrina Ferderika.7th ed. Jakarta: Salemba Medika.; 2009.  p.83.
12. Townsend, M. C. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Psikiatri : Rencana Asuhan dan Medikasi Psikotropik. Terjemahan dari Nursing Diagnosas in Psychotropic Medications, oleh Devi Yulianti dan Ayura Yosef. 5th ed. Jakarta: EGC; 2009. p. 3.